Pada peringatan hari Pramuka ke 50 yang lalu , Gerakan Pramuka telah menyelenggarakan Pengibaran bendera Merah putih terbesar dengan moment Dive Pramuka Emas di pantai Pasir Putih Situbondo, demikian pula dilaksanakan kegiatan estafet tunas kelapa dari penjuru tanah air, yang terakhir pengibaran bendera Merah Putih di pulau sebatik yang dilakukan Pramuka Saka Bahari. Masih banyak event lainnya yang pokok utamanya adalah menanamkan kesadaran berbangsa, belanegara dan kecintaan pada tanah air di negara ini.
Kegiatan besar semacam itu bukan sekedar simbol, namun memiliki arti besar bagi gerakan pramuka dalam upaya membangun karakter bangsa ini melalui generasi muda yang tergabung dalam Gerakan Pramuka.
Namun di lain sisi dan lebih ke dalam lagi, menurut pengamatan penulis ternyata masih perlu pembinaan bela negara dan kerakter bagi anggota pramuka yang lebih spesifik dan bersifat tehnis. Dimulai metode pendidikan kepramukaan di gugusdepan, yang pada saat ini tampak adanya pergeseran dan perubahan cara pandang antara memaknai kecintaan pada tanah air dan semangat dalam motivasi kegiatan pramuka. Hal ini terbukti dengan pemakaian setangan leher atau pita leher merah putih yang dibarengi dengan (menyerupai) tanda lainnya diluar tanda resmi yang telah ditentukan oleh Gerakan Pramuka ( Kwarnas, red ). Biasanya orang menyebut tanda ini dengan nama “ slayer “ , yakni sepotong kain yang menyerupai setangan leher dengan aneka warna dan corak baik dengan ukuran yang sama atau lebih kecil, dikenakan melingkar pada leher si pemakai.
Penggunaan semacam slayer ini sedemikian subur di kalangan anggota pramuka. Orang-orang yang awam pramuka akan bertanya apakah ada perubahan dengan seragam pramuka saat ini ? atau apakah ada “hasduk baru” ? Lalu apakah penggunaan slayer ini merupakan bagian dari gejala di era keterbukaan, atau kebebasan, ataukah semata-mata hanya untuk cara menumbuhkan semangat bagi anggota pramuka.
Pada saat ini, penggunaan slayer tidak hanya pada forum non formal saja, para peserta didik bahkan menggunakannya pada kegiatan formal juga. Hal ini menjadi sangat memprihatinkan lagi bila dipakai dan ditempatkan di atas setangan/ pita leher menutupi bendera Merah Putih yang sebenarnya dikemas, diformat dan dibentuk menjadi setangan / pita leher.
Pola penerapan pendidikan dengan model menggunakan slayer bagi peserta didik yang seperti ini, akan berpengaruh pada pola image bahwa pengguna dimungkinkan akan lebih bangga dan nyaman menggunakan sejenis slayer dibanding setangan/ pita leher yang semestinya. Perubahan perilaku ini akan terjadi apalagi jika Merah Putih diletakkan di bawah dan ditutup dengan kain lainnya. Kalau sudah demikian maka nilai Satya dan Darma Pramuka bisa juga menjadi tertutup dan luntur, merah putih di dada bukan lagi kebanggaan. Tentu saja hal tersebut bertentangan dengan tujuan gerakan pramuka. Bahkan pernah ada pula kegiatan kursus pembina malah yang digunakan bukan setangan/ pita leher sebenarnya.
Kenapa bukan satu saja, Merah dan Putih ?
Pengertian penggunaan setangan/ pita Leher.Setangan / pita leher yang memiliki warna bendera Indonesia, merah dan putih merupakan tanda umun gerakan pramuka yang dikenakan pada pakaian seragam Pramuka di bawah leher baju (kraag), dilipat sedemikian rupa (putra) sehingga warna merah dan putih masih tampak dengan jelas sedangkan putri dibuat simpul mati, dengan bagian yang merah di sebelah kanan, dan bagian putih di sebelah kiri.
Sejarah menunjukkan bahwa dengan terbitnya Keppres No. 238 tahun 1961, yakni dengan tujuan pokok menyatukan seluruh pandu di Indonesia yang beraneka latar belakang, menjadi Gerakan Pramuka dengan satu tujuan dan selanjutnya oleh para pendahulu telah menindaklanjutinya dengan peraturan pemakaian salah satu tanda umum serupa bendera Merah Putih yang dipergunakan sebagai setangan / pita leher menjadi bagian tanda pemersatu, yang akan tampak pada setiap dada anggota pramuka.
Perlunya Pemahaman Setangan/ Pita Leher.Seperti yang ditulis di atas bahwa setangan/ pita leher merupakan Bendera Merah putih yang dikemas sedemikian rupa dan menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah anggota pramuka. Kita juga akan mengalami kegundahan dan perasaan yang sama, manakala pada latihan pramuka, banyak peserta didik tidak menggunakan setangan/ pita leher. Semestinya tata cara dan etika pemakaian setangan/ pita leher seharusnya diterapkan pada setiap peserta didik sejak awal, agar Merah Putih ( bendera ) yang melingkar dileher itu selalu dijaga dan dihargai sebagaimana menghargai dirinya sendiri saat menggunakannya.
Seharusnya tidak ada bentuk lain yang menyerupai setangan/ pita leher selain merah dan putih yang merupakan janji yang selalu mendampingi di setiap kegiatan pramuka. Kita juga tidak bisa serta merta beralasan demi kreatifitas, atau menjadikan sebagai sekedar tanda peserta kegiatan, apalagi hal tersebut tidak tercantum dalam petunjuk penyelenggaraan dalam tanda umum gerakan pramuka.
Apakah tidak sebaiknya kita dapat mencontoh para pimpinan Gerakan Pramuka, seperti Kak Dede Yusuf (Kwarda Jabar) yang selalu menggunakan merah putih di dadanya meski tidak berseragam pramuka, demikian pula Kak Budi Prayitno (Kwarda Jateng) yang tetap memegang aturan normatif dalam pemakaian seragam pramuka. Kedua Pemimpin ini bisa dijadikan tauladan dalam menjaga semangat bela negara dan beretika saat sang merah putih menyertainya.
Akibat dan solusi.Kalo sudah menjadi kebiasaan, pasti ada yang pro maupun kotra, tentu kita tidak ingin terjadinya pengaruh yang mengakibatkan perubahan perilaku yang akhirnya dapat keluar dari maksud dan tujuan gerakan pramuka itu sendiri. Adanya aneka warna dan bentuk slayer yang dibuat, bukan menjadi solusi pemersatu, tapi malah sebaliknya mereka bisa saja, saling berlomba untuk “jor-joran”, lenyapnya persaudaraan lalu yang muncul adalah persaingan, semangat merah putih pun hilang. Pemakaian slayer yang asal-asalan mengakibatkan penggunaan seragam pramuka yang makin tidak tertib. Peserta didik makin lebih senang menggunakan slayer daripada setangan/pita leher.
Selanjutnya beberapa hal yang merupakan bagian dari solusi :
- Diberikannya kesempatan pengunaan sejenis slayer, namun dengan aturan yang konkrit, jelas dan ketat.
- Sebaliknya adanya penegasan terhadap larangan penggunaan tanda-tanda selain yang tercantum dalam aturan normatif di Gerakan Pramuka.
- Sosialisasi penggunaan seragam yang baik dan benar.
- Penanaman karakter bagi pramuka terutama di bidang bela negara lebih ditingkatkan.
- Tumbuhkan nilai-nilai semangat perjuangan para pahlawan, mempertahankan bendera merah putih dan agar tetap berkibar di bumi pertiwi ini.
- Perlunya pengetahuan pemahaman tentang adanya petunjuk penyelenggaraan untuk dipatuhi dan dilaksanakan.
Tentu saja masih banyak solusi lainnya yang lebih baik. Sedangkan yang memiliki kewenangan dan kebijakkan untuk melakukan itu hanyalah pihak Kwartir.
Dalam meningkatkan animo dan semangat berpramuka masih ada upaya lain yang dapat dilakukan dengan cara yang lebih baik tapi benar. Namun yang harus kita ingat bahwa ibarat membuat sebuah bangunan tidak terus saja meningkat ke atas saja, tetapi juga perlu dilihat pondasi di bawahnya apakah ada korosi atau degradasi yang sewaktu-waktu bikin bangunan itu mudah roboh.
Wallahualam. Salam Pramuka
Oleh : Gunawan Sr.
Kegiatan besar semacam itu bukan sekedar simbol, namun memiliki arti besar bagi gerakan pramuka dalam upaya membangun karakter bangsa ini melalui generasi muda yang tergabung dalam Gerakan Pramuka.
Namun di lain sisi dan lebih ke dalam lagi, menurut pengamatan penulis ternyata masih perlu pembinaan bela negara dan kerakter bagi anggota pramuka yang lebih spesifik dan bersifat tehnis. Dimulai metode pendidikan kepramukaan di gugusdepan, yang pada saat ini tampak adanya pergeseran dan perubahan cara pandang antara memaknai kecintaan pada tanah air dan semangat dalam motivasi kegiatan pramuka. Hal ini terbukti dengan pemakaian setangan leher atau pita leher merah putih yang dibarengi dengan (menyerupai) tanda lainnya diluar tanda resmi yang telah ditentukan oleh Gerakan Pramuka ( Kwarnas, red ). Biasanya orang menyebut tanda ini dengan nama “ slayer “ , yakni sepotong kain yang menyerupai setangan leher dengan aneka warna dan corak baik dengan ukuran yang sama atau lebih kecil, dikenakan melingkar pada leher si pemakai.
Penggunaan semacam slayer ini sedemikian subur di kalangan anggota pramuka. Orang-orang yang awam pramuka akan bertanya apakah ada perubahan dengan seragam pramuka saat ini ? atau apakah ada “hasduk baru” ? Lalu apakah penggunaan slayer ini merupakan bagian dari gejala di era keterbukaan, atau kebebasan, ataukah semata-mata hanya untuk cara menumbuhkan semangat bagi anggota pramuka.
Pada saat ini, penggunaan slayer tidak hanya pada forum non formal saja, para peserta didik bahkan menggunakannya pada kegiatan formal juga. Hal ini menjadi sangat memprihatinkan lagi bila dipakai dan ditempatkan di atas setangan/ pita leher menutupi bendera Merah Putih yang sebenarnya dikemas, diformat dan dibentuk menjadi setangan / pita leher.
Pola penerapan pendidikan dengan model menggunakan slayer bagi peserta didik yang seperti ini, akan berpengaruh pada pola image bahwa pengguna dimungkinkan akan lebih bangga dan nyaman menggunakan sejenis slayer dibanding setangan/ pita leher yang semestinya. Perubahan perilaku ini akan terjadi apalagi jika Merah Putih diletakkan di bawah dan ditutup dengan kain lainnya. Kalau sudah demikian maka nilai Satya dan Darma Pramuka bisa juga menjadi tertutup dan luntur, merah putih di dada bukan lagi kebanggaan. Tentu saja hal tersebut bertentangan dengan tujuan gerakan pramuka. Bahkan pernah ada pula kegiatan kursus pembina malah yang digunakan bukan setangan/ pita leher sebenarnya.
Kenapa bukan satu saja, Merah dan Putih ?
Pengertian penggunaan setangan/ pita Leher.Setangan / pita leher yang memiliki warna bendera Indonesia, merah dan putih merupakan tanda umun gerakan pramuka yang dikenakan pada pakaian seragam Pramuka di bawah leher baju (kraag), dilipat sedemikian rupa (putra) sehingga warna merah dan putih masih tampak dengan jelas sedangkan putri dibuat simpul mati, dengan bagian yang merah di sebelah kanan, dan bagian putih di sebelah kiri.
Sejarah menunjukkan bahwa dengan terbitnya Keppres No. 238 tahun 1961, yakni dengan tujuan pokok menyatukan seluruh pandu di Indonesia yang beraneka latar belakang, menjadi Gerakan Pramuka dengan satu tujuan dan selanjutnya oleh para pendahulu telah menindaklanjutinya dengan peraturan pemakaian salah satu tanda umum serupa bendera Merah Putih yang dipergunakan sebagai setangan / pita leher menjadi bagian tanda pemersatu, yang akan tampak pada setiap dada anggota pramuka.
Perlunya Pemahaman Setangan/ Pita Leher.Seperti yang ditulis di atas bahwa setangan/ pita leher merupakan Bendera Merah putih yang dikemas sedemikian rupa dan menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah anggota pramuka. Kita juga akan mengalami kegundahan dan perasaan yang sama, manakala pada latihan pramuka, banyak peserta didik tidak menggunakan setangan/ pita leher. Semestinya tata cara dan etika pemakaian setangan/ pita leher seharusnya diterapkan pada setiap peserta didik sejak awal, agar Merah Putih ( bendera ) yang melingkar dileher itu selalu dijaga dan dihargai sebagaimana menghargai dirinya sendiri saat menggunakannya.
Seharusnya tidak ada bentuk lain yang menyerupai setangan/ pita leher selain merah dan putih yang merupakan janji yang selalu mendampingi di setiap kegiatan pramuka. Kita juga tidak bisa serta merta beralasan demi kreatifitas, atau menjadikan sebagai sekedar tanda peserta kegiatan, apalagi hal tersebut tidak tercantum dalam petunjuk penyelenggaraan dalam tanda umum gerakan pramuka.
Apakah tidak sebaiknya kita dapat mencontoh para pimpinan Gerakan Pramuka, seperti Kak Dede Yusuf (Kwarda Jabar) yang selalu menggunakan merah putih di dadanya meski tidak berseragam pramuka, demikian pula Kak Budi Prayitno (Kwarda Jateng) yang tetap memegang aturan normatif dalam pemakaian seragam pramuka. Kedua Pemimpin ini bisa dijadikan tauladan dalam menjaga semangat bela negara dan beretika saat sang merah putih menyertainya.
Akibat dan solusi.Kalo sudah menjadi kebiasaan, pasti ada yang pro maupun kotra, tentu kita tidak ingin terjadinya pengaruh yang mengakibatkan perubahan perilaku yang akhirnya dapat keluar dari maksud dan tujuan gerakan pramuka itu sendiri. Adanya aneka warna dan bentuk slayer yang dibuat, bukan menjadi solusi pemersatu, tapi malah sebaliknya mereka bisa saja, saling berlomba untuk “jor-joran”, lenyapnya persaudaraan lalu yang muncul adalah persaingan, semangat merah putih pun hilang. Pemakaian slayer yang asal-asalan mengakibatkan penggunaan seragam pramuka yang makin tidak tertib. Peserta didik makin lebih senang menggunakan slayer daripada setangan/pita leher.
Selanjutnya beberapa hal yang merupakan bagian dari solusi :
- Diberikannya kesempatan pengunaan sejenis slayer, namun dengan aturan yang konkrit, jelas dan ketat.
- Sebaliknya adanya penegasan terhadap larangan penggunaan tanda-tanda selain yang tercantum dalam aturan normatif di Gerakan Pramuka.
- Sosialisasi penggunaan seragam yang baik dan benar.
- Penanaman karakter bagi pramuka terutama di bidang bela negara lebih ditingkatkan.
- Tumbuhkan nilai-nilai semangat perjuangan para pahlawan, mempertahankan bendera merah putih dan agar tetap berkibar di bumi pertiwi ini.
- Perlunya pengetahuan pemahaman tentang adanya petunjuk penyelenggaraan untuk dipatuhi dan dilaksanakan.
Tentu saja masih banyak solusi lainnya yang lebih baik. Sedangkan yang memiliki kewenangan dan kebijakkan untuk melakukan itu hanyalah pihak Kwartir.
Dalam meningkatkan animo dan semangat berpramuka masih ada upaya lain yang dapat dilakukan dengan cara yang lebih baik tapi benar. Namun yang harus kita ingat bahwa ibarat membuat sebuah bangunan tidak terus saja meningkat ke atas saja, tetapi juga perlu dilihat pondasi di bawahnya apakah ada korosi atau degradasi yang sewaktu-waktu bikin bangunan itu mudah roboh.
Wallahualam. Salam Pramuka
Oleh : Gunawan Sr.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar